Luther sedang berbaring diam di atas ranjangnya, dia telah
siuman. Pagi ini istrinya Bianca melayaninya dengan penuh perhatian, perhatian
yang telah lama tidak pernah diberikannya. Kehidupan rumah tangga mereka memang
tidak seindah drama telenovela di tivi-tivi, mereka menikahpun hanya karena
dijodohkan. Tapi selama hidupnya Luther tidak pernah menolak apapun keinginan
wanita yang menjadi istrinya ini, dia selalu mengalah dan tak ingin berdebat.
Dia tidak bisa mengungkapkan isi hatinya pada wanita yang begitu
susah untuk di dekati, Bianca sibuk dengan hiburannya sendiri tanpa
memperdulikan suaminya yang membutuhkan perhatiannya meskipun mereka menikah
tanpa landasan cinta.
Luther menghargai istrinya, dia tidak pernah meminta lebih
dari apa yang bisa diberikan Bianca padanya. Luther hanya menyimpan sendiri
beban masalah pekerjaan, keluarga dan frustasinya seorang diri. Hingga kemudian
sosok Wati Suteja masuk ke dalam hidupnya.
Wanita sederhana yang rendah hati, selalu bertahan meskipun
dia kerap memarahinya dan menjejalkan semua permasalahan dalam hidupnya kepada
wanita ini. Secara tidak sadar, Luther selalu mencari Wati saat dia ingin
mencurahkan seluruh permasalahannya. Memang pada awalnya Luther akan mengumpat,
memaki dan berkata-kata tidak enak padanya, Luther akan memarahinya tanpa
alasan yang jelas. Sedikit saja gerakan yang dilakukan Wati mampu memancing
emosi Luther.
Wanita itu tidak pernah tahu, Luther melakukannya karena dia
tertarik kepadanya. Luther melampiaskan frustasinya karena tidak bisa memiliki
Wati hanya dengan cara itu, sehingga mereka akan selalu berdekatan dan bisa
menghabiskan waktu bersama, sehingga Luther akan selalu berada dalam hati Wati.
Luther segan meminta Wati untuk menemaninya makan siang, atau
sekedar menghabiskan waktu berbincang-bincang diluar jam kerja mereka. Luther
tidak ingin merusak nama baik wanita lugu ini. Seringkali Luther akan memilih
untuk memesan makanan dari luar dan mengirimkan makanan itu ke kantornya. Dia
akan meminta Wati untuk menemaninya makan di kantor, hal yang tidak pernah dia
lakukan sebelumnya.
Wati tidak bisa menolak, siapa yang berani menolak kharisma seorang Luther? Jauh di lubuk hatinya Wati memiliki perasaan asing ini terhadap bossnya, namun dipendamnya. Dia cukup waras sehingga tidak menjerumuskan hidupnya dalam mahligai rumah tangga bossnya yang bahagia, atau begitulah yang nampak dari permukaan.
Luther memang sangat mencintai keluarganya, anak-anaknya,
namun tidak demikian dengan istrinya. Selama hampir empat tahun pernikahannya
dengan Bianca kala itu, Luther selalu berusaha untuk menerbitkan sedikit saja
rasa cinta di hatinya untuk Bianca, namun dia selalu gagal. Hanya rasa kasihan
dan tanggung jawab yang mampu membuatnya bertahan hingga detik ini.
Luther tidak pernah memiliki niatan untuk mengkhianati
istrinya, tidak dengan wanita sembarang yang hanya bermodalkan tubuh seksi yang
kadang merayunya di sela-sela pertemuan bisnisnya ke kota lain. Luther tidak
gampang tergoda, namun Wati Suteja.. Wanita ini menggodanya dalam keluguannya,
dalam kepolosannya yang bahkan tidak disadarinya. Wati Suteja telah mencuri
hatinya dan tak ingin mengembalikannya lagi.
Luther pria normal, tentu dia pernah berimajinasi erotis dan
membayangkan Watilah yang berada diatas ranjangnya dan bukan istrinya. Namun
setelah percintaan itu, Luther akan merasa bersalah terhadap istrinya karena
membayangkan wanita lain padahal Bianca lah yang sedang memeluk tubuhnya dengan
erat.
Dan keesokan harinya, Luther pasti melemparkan beberapa
amarahnya yang tak beralasan kepada Wati, hanya untuk menutupi rasa bersalah
dan frustasinya.
Luther bukanlah pria yang mudah marah atau terpancing kemarahannya.
Bila Wati berada di dekatnya, perasaan tak berdaya karena tidak bisa memiliki
wanita ini muncul ke permukaan dan menyulut emosi terdalam Luther. Setiap hari
dia akan menyiksa wanita ini dengan perintah-perintah menyebalkan dan
mengesalkan yang mungkin tidak akan bisa dikerjakan oleh sekretaris lain. Tapi
Wati bertahan, karena hanya inilah satu-satunya cara agar dia dapat
menghasilkan uang yang cukup untuk keluarganya. Alasan lain yang disimpannya
untuk dirinya sendiri adalah agar dia bisa selalu mencuri pandang pada sosok
atasannya yang tampan, berwibawa sekaligus menyeramkan ini.
Wati berusia dua puluh satu tahun ketika Luther menodainya di
dalam kantor atasannya itu, kala itu Luther sendiri berusia tiga puluh satu
tahun. Wati berusia dua puluh dua tahun saat melahirkan Elizabeth, anak mereka.
Dan Wati tewas dalam kecelakaan tragis yang merengut nyawanya pada usianya yang
ke tiga puluh tahun. Usia yang masih teramat muda untuk pergi meninggalkan
dunia, meninggalkan laki-laki yang dicintainya dan seorang anak gadis yang
terlunta-lunta tanpa masa depan yang jelas.
Luther menghela nafasnya, tubuhnya begitu lemas memikirkan
anaknya Piter telah bertunangan dengan Elizabeth, anaknya yang lain. Luther
tidak akan membohongi dirinya dengan berpikir Piter dan Liza belum memiliki
hubungan yang hanya pantas dimiliki oleh sepasang suami-istri, Piter bukan
laki-laki seperti itu. Dia tahu anaknya Piter, Piter tidak akan melepaskan apa
yang dimilikinya, dia akan melakukan segala cara agar Liza menjadi miliknya dan
tak ada jalan untuk pergi meninggalkannya. Karena bagi laki-laki keturunan Van
Der Wilhem, cinta hanya diturunkan sekali dalam hidup mereka, yang disadarinya
belakangan.
Namun Luther tidak menyesal memiliki keluarga bersama Bianca,
dia tidak menyesali kehadiran anak-anaknya yang memang lahir bukan atas cinta.
Anak-anak yang lahir dari situasi rumah tangga yang stabil, anak-anak yang
memiliki rasa hormat yang sempurna kepada kedua orang tua mereka, dia tidak
akan menyesalinya meskipun dengan itu dia tidak pernah mengecap cinta sejatinya
bersama Wati, ataupun membahagiakan anak gadisnya Liza.
Kenyataan yang kini harus dihadapinya begitu menyesakan
hatinya, Luther terkena serangan jantung karena tidak sanggup menghadapi
kenyataan yang begitu kejam ini padanya. Waktu dan takdir tidak pernah memihak
pada cintanya, waktu seolah meledeknya karena tidak berhasil memberikan yang
terbaik bagi orang-orang yang dicintainya. Luther tidak mengetahui jawaban
tentang pertanyaan yang begitu menyayat hatinya.
“Apakah yang harus
aku lakukan dengan hubungan Piter dan Liza..?”
Luther menentang hubungan mereka, tentu. Perbuatan seperti
ini masih tabu di negara ini, bahkan di dunia. Tidak ada tempat bagi rasa cinta
saudara sedarah, dan Luther tidak ingin menyembunyikannya lagi. Luther ingin
mengakui anak gadisnya yang malang, anak gadisnya yang tak pernah mengecap
manisnya kehidupan, anak gadisnya yang tak pernah mengenal ayah kandungnya,
yang hidup dengan sengsara untuk menyambung perut dan hari esok.
Luther menangkupkan kedua tangannya pada wajahnya yang letih,
wajah laki-laki tua itu begitu murung, dia seolah sepuluh tahun lebih tua
karena memikirkan masalah ini.
“Apa yang harus aku lakukan, Wati..” bisik Luther dalam
doanya.
Luther mengangkat telephone rumahnya, memencet sebuah nomer telephone
yang sudah dihafalnya diluar kepala.
“Anton? Aku ingin kau menyelidiki semua hal mengenai hubungan
anakku Piter dengan kekasihnya, Elizabeth. Apapun yang bisa kau dapatkan,
kegiatan mereka dari pagi hingga keesokan harinya selama sebulan penuh,
informasi apa yang akan mereka lakukan, apapun. Terutama Elizabeth. Dan jangan
sampai ketahuan, aku menunggu kabar darimu setiap hari. Hubungi nomerku yang
biasa, selain nomer itu kau jangan sekali-sekali menghubungiku” Luther menutup
telephone rumahnya, menghembuskan nafasnya lagi dan turun dari ranjang.
Sudah pukul sebelas pagi dan dia tidak diizinkan untuk
bekerja oleh dokternya. Luther tidak terbiasa bersantai-santai dirumah, dia
akhirnya memutuskan masuk ke dalam ruang bacanya dan berdiam diri disana
melihat-lihat lagi foto Wati dan Elizabeth kecil yang dimilikinya di dalam
laci-laci tersembunyi meja kerjanya. Laci-laci yang tidak diketahui oleh
siapapun, kecuali dirinya.
~~~~
Piter memarkirkan mobilnya di garasi rumah disamping lima
buah mobil mewah lain yang berderet mengisi tempat itu. Dua diantaranya adalah
miliknya, sebuah BMW silver metalik dan Ferrari berwarna merah yang jarang
dipakainya. Mobil itu hanya menjadi hiasan garasi dan tidak benar-benar ingin
dikemudikannya.
“Dad dimana?” tanya Piter pada ibunya yang sedang berbicara
di telephone. Wanita itu mengangkat tangannya di udara, meminta Piter untuk
menunggu.
Saat dia telah selesai, Bianca menyerahkan sebuah map kepada
Piter.
“Bukalah” perintah Bianca.
Piter duduk di seberang ibunya, wajahnya tidak menunjukan
semangat keingin-tahuan yang ibunya cari. Piter sedang memikirkan banyak hal,
dia tidak terlalu ingin tahu apa yang diberikan ibunya kepadanya.
“Apa ini, Mom?” tanya Piter datar.
“Bukalah, kau akan tahu” Bianca menghisap rokoknya dengan
nikmat, tak satupun anggota keluarga itu yang tidak merokok. Mereka memakai
rokok sebagai alat pelampiasan frustasinya.
Piter membuka map itu, berisi setumpuk kertas yang
bertuliskan “Surat Formulir Pembuatan Akte Perkawinan” tertanggal enam belas
tahun yang lalu. Piter menoleh kepada ibunya, namun wanita tua itu
memerintahkannya untuk membuka lembar demi lembar surat itu. Piter mematuhinya.
Surat itu telah dibubuhi data-data dan tanda tangan dari
ayahnya, namun tidak dengan calon mempelai wanitanya. Disana dituliskan bahwa
ayahnya akan mengambil istri kedua dan telah mendapatkan izin dari pengadilan
waktu itu. Tapi mengapa pernikahan itu tidak terlaksana dan formulir ini berada
di tangan ibunya?
Piter membaca berulang-ulang kertas-kertas itu, tidak ada
satupun tanda atau informasi mengenai mempelai perempuannya. Dan itulah yang
ingin Bianca ketahui dari Piter. Ibunya memerintahkannya untuk mencari tahu
siapa wanita yang ingin dinikahi oleh ayahnya dan sedang dicarinya selama ini.
“Memang kejadiannya sudah terjadi enam belas tahun yang lalu
dan tidak akan berefek apa-apa pada kehidupan kita, tapi Mom hanya ingin tahu
siapakah wanita yang ingin dinikahi Dad-mu dibelakang kita. Dan mungkin orang
yang dia cari selama ini adalah wanita ini. Kau harus mencari tahu jawaban dari
semua pertanyaan ini Piter, tapi jangan sampai Dad-mu tahu. Hanya kita yang
perlu tahu hal ini, Dad-mu tak akan menjawab pertanyaan Mom, dan Mom tidak
ingin dia curiga. Sehingga hanya kau lah yang bisa menolong Mom. Ini juga demi
kebaikanmu, bila Dadmu memiliki istri lain diluar dan memiliki anak lain, maka
harta Van Der Wilhem mungkin akan diwariskannya juga pada anak itu” Bianca
menatap dengan tajam pada Piter, mencari persetujuan yang diinginkannya.
Piter tidak membalas tatapan ibunya, dia masih sibuk mencerna
semua informasi yang baru saja di dengarnya. Ayahnya ingin menikah lagi?
Ayahnya tega mengkhianati keluarganya demi seorang wanita? Demi nafsu sesaat?
Bagaimana mungkin ayahnya bisa mengecewakan mereka, ayahnya yang baik, ayahnya
yang selalu diteladaninya. Kini semua gambaran seorang ayah yang sempurna di
dalam kepalanya hancur sudah. Piter tidak bisa menerima kenyataan itu, dia
hancur, dia kecewa.
Piter merasa begitu sedih dan sakit hati karena ternyata
ayahnya tidak ada bedanya dengan laki-laki lain diluar sana yang berselingkuh
dibalik keluarganya dan dengan diam-diam ingin membina keluarga lain disamping
keluarga utamanya.
Sampai kapan ayahnya ingin menyembunyikan kenyataan ini?
Apakah tidak lebih baik bagi keluarganya bila ayahnya mengenalkan keluarga
barunya itu kepada mereka, sehingga dia tidak akan terguncang keras saat sang
ayah datang suatu hari kepada mereka dan memperkenalkan istri mudanya bersama
anak-anak mereka?
Piter tidak akan mampu menerimanya, dia akan membuat sengsara
hidup keluarga baru ayahnya karena telah merampas kasih sayang ayahnya dari
mereka. Piter tidak pernah simpati dengan perselingkuhan, meski itu adalah
ayahnya sendiri.. dia pasti tidak bisa memaafkannya.
“Aku akan mencari tahu semuanya, Mom. Tenanglah, saat aku
tahu.. aku akan memberitahumu. Sekarang, dimana Dad? Aku ingin berbicara hal
lain dengannya” Piter bangkit dari duduknya dengan wajah keras dan dingin.
Dia begitu marah dan ingin membunuh seseorang saat ini. Untuk
pertama kalinya dalam hidupnya dia mampu mengekang keinginannya untuk
meledak-ledak dan menghancurkan sesuatu. Sesampainya dikamarnya, Piter
melepaskan seluruh pakaiannya dan masuk ke dalam kamar mandi, mengguyur
tubuhnya dengan air dingin, agar suhu tubuhnya menurun. Meredakan api lahar
yang membara dalam kepalanya, lahar yang mendidih dan akan mendidih lagi bila
dipanaskan.
Piter telah mengenakan pakaian kerjanya, dia terlihat tampan
dan berwibawa dalam rajutan jas hitam gelap jahitan tangan penjahit
profesional. Sebuah sapu tangan putih mengintip ujungnya dari saku jasnya. Saat
Piter masuk ke dalam kamar baca ayahnya, wajahnya telah kembali seperti biasa,
dia bisa menyembunyikan isi perasaannya untuk mencapai apa yang dia inginkan.
Ayahnya pun tahu mengenai kelicikannya ini, namun Luther tidak akan pernah
menyangka Piter menggunakan keahliannya itu kepadanya.
“Hai, Dad..” sapa Piter saat membuka pintu ruang baca
ayahnya. Luther menurunkan kacamata bacanya dan mempersilahkan Luther untuk
duduk di depannya.
Piter menarik kursi di depan meja ayahnya, dia melirik
buku-buku yang sedang ayahnya baca. Novel roman dan sastra dunia, ada juga
novel karangan sastrawan Inggris terkenal, William Shakespeare. Romeo &
Juliet.
“Bagaimana kondisimu?” tanya Piter pada ayahnya.
Luther menyandarkan punggungnya pada kursi, menghela nafas
panjang dan beristirahat dari bacaannya.
“Yah, Dad baik. Maaf karena membuat kalian khawatir dengan
serangan itu” senyum miris Luther.
“It’s OK. Yang
terpenting Dad sudah baikan. Dokter memintamu untuk beristirahat, mungkin Dad
perlu refreshing ke luar negeri atau
kemanapun Dad mau” Piter memperhatikan wajah ayahnya.
Selama ini laki-laki tua di depannya ini selalu tersenyum
padanya, tak pernah sekalipun dia memarahinya. Ayahnya memberinya teladan dalam
hidup dan Piter memujanya karena itu. Tidak pernah dibayangkannya bahwa ayahnya
adalah laki-laki seperti tuduhan ibunya. Piter tidak ingin mempercayainya,
namun sesuatu dalam hatinya tahu mungkin hidup ayahnya tak seindah bayangannya
selama ini.
“Dad.. Apakah hidupmu bahagia?” tanya Piter tiba-tiba.
Luther menatap wajah anak sulungnya. “Mengapa kau bertanya
seperti itu? Tentu saja ayah bahagia. Ayah memiliki keluarga terhebat di dunia,
tentu ayah akan bangga” Luther mencoba memunculkan sebuah senyuman khasnya
kepada anaknya.
Piter tersenyum miris, menyadari senyuman yang diberikan
ayahnya tidak sebaik senyum yang biasa dia tunjukan.
“Aku.. hanya ingin melihatmu bahagia, Dad.. Aku akan
melakukan apapun agar kau bahagia, hanya itu keinginanku. Kau adalah teladan
hidupku, kau adalah orang yang paling kuhormati di dunia ini. Aku tidak ingin
mengecewakanmu” Piter menghampiri ayahnya dan memeluk tubuh pria tua itu.
Luther tidak mengerti mengapa anaknya tiba-tiba menjadi sosok
pria melankolis, tapi dia menyukainya. Sudah lama mereka tidak berbicara
seperti ini. Dan pelukan itu membuat Luther terharu, dia bersyukur memiliki
anak-anak hebat seperti Piter dan Herald.
“Aku mencintaimu, Son” Luther menepuk punggung anaknya,
kemudian melihat punggung Piter yang perlahan menghilang dibaik pintu yang
tertutup.
“I love you.. But i’m sorry if i might be hurting you, Son..” tangis Luther jatuh di pipi. Hatinya
hancur membayangkan apa akibat yang akan dia berikan kepada hati anak-anaknya.
Pilihan yang akan diambilnya sangat berat, dia harus memberitahukan pada
anak-anaknya bahwa mereka bersaudara, Luther akan menjadi algojo yang
mengeksekusi kebahagiaan kedua anaknya itu.
Harrah's Cherokee Casino Resort - MapYRO
ReplyDeleteFind Harrah's Cherokee Casino Resort, owned by 대전광역 출장샵 the 부천 출장마사지 Eastern Band of Cherokee Indians 김해 출장샵 and operated 천안 출장샵 by the Eastern Band of Cherokee Indians, a 34,000 square 계룡 출장마사지 foot